Sabtu, 08 September 2012

Rangkuman Cara Kerja


Berikut ini adalah rangkuman cara kerja yang diambil dari blog http://prakkimorg.blogspot.com/



1.   Bioetanol dari Rumput Gajah





- Ditimbang rumput gajah seberat variabel yang telah dijalankan
- Dicampur rumput gajah ke dalam 7 L H2O

- Disaring larutan tersebut dan diambil filtratnya.
- Dianalisa kadar glukosa pada filtrat hasil hidrolisa dan Dicari kondisi terbaik untuk dilakukan fermentasi.
-Ditambahkan Asam Sitrat ke dalam filtrat hasil hidrolisa yang akan difermentasi hingga mencapai pH fermentasi yang telah ditetapkan 4,5.

- Dianalisa kadar glukosa


Prosedur Proses Fermentasi
- Hasil glukosa terbaik yang diperoleh dari proses hidrolisis, yaitu glukosa yang diperoleh dari hidrolisis rumput gajah sebanyak 200 gr dengan HCl 20 ml.

- Ditambahkan Asam Sitrat ke dalam filtrat hasil hidrolisa yang akan difermentasi hingga mencapai pH fermentasi yang telah ditetapkan ( 4,5 ).
- Dimasukkan starter ke dalam larutan tersebut dalam kondisi anaerobik.
- Ditutup rapat botol dan Diamati selama waktu tertentu

- Dianalisa kadar ethanol


Prosedur Proses Distilasi
Hasil dari fermentasi yang didapat dimasukkan kedalam labu distilasi untuk mendapatkan alkohol dari glukosa, Proses distilasi ini dijalankan pada suhu 70-80oC, setelah volume larutan bottom tinggal 10 % distilasi dihentikan, kemudian dianalisa kadar ethanolnya.



2. Optimasi Metode Transesferikasi dan Fermentasi dalam Recombinant Eschericia coli sebagai Sumber Biodiesel






Metode Transesterifikasi
         Dalam proses transesterifikasi dibutuhkan sejumlah metil alkohol dan KOH yang dicampur pada tangki reaktor kurang lebih 10 menit hingga KOH terlarut dengan sempurna. Proses pertama transesterifikasi adalah pemurnian Escherichia coli ATCC 11303. Tahap pemurnian ini menggunakan air yang mengandung zat asam. Larutan ini dapat diperoleh dengan mencampur asam asetat (CO3COOH) dengan air (H2O). Perbandingan campuran adalah 40% dari Escherichia coli. Air dengan kandungan asam tersebut berfungsi untuk mengeluarkan angin didekat dasar tangki sehingga gelembung-gelembung dan udara terangkat. Setelah melalui tahapan pada proses tersebut maka akan dihasilkan bioetanol murni dan gliserin. Hasil dari proses pemurnian tersebut kemudian dimasukkan Waste Cooking Oils (WCO) ke dalam reaktor dengan menambahkan 25% (dengan volume WCO) etanol murni dan KOH dalam berbagai variasi konsentrasi. Variasi konsentrasi KOH/liter WCO adalah 6,00 gram; 6,25 gram; 6,50 gram; dan 6,75 gram. Tahapan kedua memanaskan sampel dalam reaktor dengan variasi suhu 48oC, 60oC, dan 65oC, selama 50 - 60 menit. Variasi tekanan dikombinasikan dengan variasi suhu kemudian didiamkan selama 12 jam. Larutan kemudian menjadi potasium metoksida.
         Tahapan ketiga adalah pengambilan sejumlah gliserin dari hasil tahapan pertama dan kedua, kemudian menuangkan kembali biodiesel yang dihasilkan ke dalam reaktor dan ditambahkan metanol dari sisa proses pertama dan kedua dengan jumlah yang sama pada tahapan pertama juga pemberian katalis KOH, yang ditujukan untuk meningkatkan tingkat kemurnian biodiesel.
         Minyak nabati kemudian dialirkan atau ditransfer ke reaktor utama untuk menghasilkan minyak nabati atau biodiesel yang diinginkan. Tangki reaktor harus disesuaikan untuk mempercepat determinasi volume. Metoksida kemudian dialirkan ke dalam reaktor dan proses pencampuran pun dimulai. dalam proses esterifikasi dibutuhkan waktu kira-kira 60 menit. ester kemudian ditransfer dengan pompa atau secara grafitasi ke dalam tangki penampungan. Setiap bak memproduksi kurang lebih 500 liter per hari, oleh sebab itu, harus disiapkan 2 bak dalam sehari.

         
Metode Fermentasi
          Pada tahapan metode fermentasi, Escherichia coli ATCC 11303 yang membawa plasmid pLOI297 diletakkan dalam medium dengan pendinginan (-200C) dalam 40% gliserol dan pertumbuhan medium yang kompleks mengandung 2% glukosa dan 10 mg/L tetracyclin. Mediumnya terdiri dari trypton (10 g/L), ekstrak ragi (5 g/L) dan NaCl (5 g/L). Fermentasi dilakukan pada medium tersebut dengan menggunakan larutan buffer potassium fosfat (pH = 7) pada konsentrasi akhir 0,2 M. Fermentasi dari glukosa (5g/L), xylosa (80g/L) dan arabnosa (5g/L) dibuat dengan 42,5g/L ethanol selama 96 jam yang menghasilkan 0,49 alkohol per 1 gram gula menggunakan Recombinant Escherichia coli. Konsentrasi glukosa, xylosa dan arabinosa dalam proses hidrolisis dapat dikembangkan untuk teknologi konversi biomassa pada produksi fuel etanol menggunakan ethanologenik E.coli. Untuk menghasilkan etanol dari fermentasi dapat dilakukan variasi konsentrasi yaitu glukosa dan xylosa (80g/L, 100g/L, 120g/L). Semakin banyak konsentrasi glukosa dan xylosa yang terkandung pada ethanologenik E.coli maka semakin banyak etanol yang dihasilkan. Dua proses hidrolisis tersebut dapat digunakan dengan metode SHF (separate hydrolysis and fermentation) atau SSF (simultaneous saccharification and fermentation).




3. Proses Pengambilan Kembali Bioethanol Hasil Fermentasi dengan Metode Adsorpsi Hidrophobik

a.      Pembuatan Etanol Sintetis Hasil Fermentasi

Glukosa sebanyak 4 gram dilarutkan dalam etanol teknis 5 gram dan aquadest 95 gram dan kemudian diaduk sampai homogen.
b.      Analisa Kadar Etanol Awal
Sampel yang dibuat akan dianalisa terlebih dahulu kadarnya dengan menggunakan metode cawan Conway. Data hasil analisa akan digunakan sebagai perbandingan etanol yang sudah dimurnikan nantinya.
c.       Tahap Adsorbsi Etanol
1.      Beaker glass diisi sampel sebanyak 100 ml
2.      Dimasukkan adsorben sebanyak 10 gram
3.      Diaduk dengan magnetic stirrer sampai homogen selama 30 menit
4.      Sampel disaring untuk memisahkan adsorben
5.      Filtrate yang didapat dianalisa kembali kadarnya dengan menggunakan metode cawan Conway
6.      Dilakukan percobaan yang sama untuk seluruh variabel
7.      Analisa data
4. Bioethanol Biji Sorgum





    
Tahap proses paling awal berupa perlakuan mekanis penghancuran biji dengan disc-mill untuk memperkecil ukuran partikelnya . Penurunan ukuran partikel yang diperoleh akan berpengaruh terhadap disintegrasi jaringan kulit bijinya, yang selanjutnya juga mempengaruhi efektifitas proses hidrolisis senyawa patinya. Sebagai upaya untuk mengantisipasi atau meminimalkan pengaruh tersebut akan ditetapkan distribusi ukuran partikel tepung yang dihasilkan. Pad a tahap proses hidrolisis pati dalam tepung sorgum secara enzimatis, diperlukan proses pemanasan hingga 80°C dan pengadukan yang terus menerus. Adanya matriks protein yang melingkupi butir patinya dapat menghalangi kontak butir pati tersebut dengan katalis enzim 0amylase yang ditambahkan. Sebagai akibatnya, proses pemutusan ikatan a-1,4 D-glukosida senyawa amylosa dan amilopektin yang dikatalisasi a-amylase menjadi terhambat. Pada saat suhunya mencapai titik gelatinasinya, viskositas suspensi pati tersebut meningkat tajam dan tidak segera turun lagi , karena laju proses liquifikasinya terhambat.
               Sesuai dengan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan pada tahun 2005, hambatan proses liquifikasi tersebut dapat diatasi dengan perlakuan enzirnatis atau kimiawi. Agar biaya tambahan perlakuan proses hidrolisis alkali tersebut masih layak secara ekonomis, maka perlu ditentukan konsentrasi alkali dan waktu minimal yang dibutuhkan untuk proses hidrolisis matrik protein tersebut. Syarat kecukupan untuk keberhasilan proses hidrolisis alkali tersebut ditentukan dengan parameter viskositas dan nilai DE yang diukur pada akhir proses hidrolisis tahap pertama (likuifikasi). Perlu dipertimbangkan pula, bahwa implementasinya pada skala industri untuk setiap tahap proses hidrolisis dan fermentasinya dilakukan pada tangki reaktor yang berbeda. Pemindahan bahan fluida dari satu reaktor ke tangki reaktor yang lain menggunakan pompa. Kelancaran transfer fluida akan dipengaruhi oleh tingkat kekentalan atau viskositas fluida tersebut.
               Menjelang tahap proses sakarifikasi, suhu media diturunkan hingga 60°C kemudian dilakukan penambahan enzim glucoamylase. Penahanan suhu 60°C biasanya berlangsung 1 -2 jam, kemudian bubur pati didinginkan hingga 30°C dan ditambah biakan khamir untuk proses fermentasi. Syarat kecukupan proses sakarifikasi tersebut ditentukan dengan parameter nilai DE 2:40% agar mencukupi kebutuhan khamir untuk berkembang biak dan memulai proses fermentasi secara efisien. Pencapaian nilai DE dalam selang waktu dua jam tersebut tergantung pada dosis penambahan enzimnya
              Aktivitas enzim glucoamylase selanjutnya yang simultan dengan proses fermentasi pada suhu 30°C memang lebih rendah, tetapi laju proses hidrolisisnya diharapkan cukup besar untuk mempertahankan penyediaan glukosa yang dikonversi oleh khamir Saccharomyces cerevisiae rnenjadi bioetanol. Penentuan efisiensi proses hidrolisis dan fermentasi yang berlangsung simultan tersebut akan dilakukan dengan perhitungan Sugar Consumption Ratio dan Fermentation Ratio.
              Disamping hal tersebut di atas, dalam fermented broth terdapat endapan (sludge) yang jumlahnya cukup tinggi (40-55% packed volume). Komposisi kandungan serat, protein, lemak, sisa pati dan mineralnya sangat berpotensi sebagai pakan ternak. Namun padatan yang cukup tinggi tersebut dapat mengganggu atau mengharnbat proses pengumpanannya ke kolom distilasi. Agar diperoleh daya gunanya yang optimal perlu ada kajian pemilihan proses pemisahan sludge yang dilakukan sebelum proses distilasi atau sesudahnya. Cara dan waktu pemisahan sludge yang akan dimanfaatkan tersebut akan berpengaruh terhadap komposisi padatannya, jumlah kehilangan alkohol yang terikut dan kualitas limbah cair proses distilasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar